Jumat, 08 Mei 2015

ASAS-ASAS KURIKULUM


A.            Pengertian Kurikulum
Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (2007:3)
Senada dengan pengertian di atas, Oemar Hamalik (1990:32) menyatakan bahwa kurikulum adalah suatu alat yang amat penting dalam rangka merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan sekolah. Dalam arti luas kurikulum dapat diartikan sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Namun, kurikulum haruslah direncanakan agar pengaruhnya terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan diukur hasilnya. Adapun hasil–hasil belajar tersebut haruslah sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, relevan dengan kebutuhan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, sesuai dengan tuntutan minat, kebutuhan dan kemampuan para siswa sendiri, serta sejalan dengan dengan proses belajar para siswa yang menempuh kegiatan-kegiatan kurikulum.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja.[1]
Tak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Soedijarto mengemukakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan, diorganisasikan untuk ditaati para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan untuk suatu lembaga pendidikan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat aturan yang berkaitan dengan tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun secara terencana  sebagai pedoman dalam pencapaian tujuan pendidikan serta disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja.
B.            Asas- Asas Kurikulum
Guru, sebagai pengembang kurikulum dalam skala mikro, perlu memahami kurikulum dan asas-asas yang mendasarinya. Nasution menjelaskan bahwa ada empat asas yang mendasari pengembangan kurikulum[2]. Keempat asas tersebut adalah:
a.      Asas filosofis.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan berperan dalam mendidik anak menjadi anak yang baik, tentunya tidak hanya menjadi anak yang baik di lingkungan sekolah saja, tetapi juga di lingkungan keluarga, negara, bahkan dunia. Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa terutama dalam menentukan pribadi manusia yang dicita-citakan, dalam hal ini melalui pendidikan formal. Asas filosofis dalam penyusunan kurikulum, berarti dalam penyusunan kurikulum hendaknya berdasar dan terarah pada falsafah bangsa yang dianut.  
Dalam penyusunan kurikulum di Indonesia yang harus diacu adalah filsafat pendidikan Pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan pedoman, sedangkan pelaksanaannya melalui pendidikan. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia, penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan filosofis negara.
Nasution mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul  Asas-Asas Kurikulum bahwa filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni:[3]
1.      filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
2.      Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
3.      Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
4.      Filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
5.      Tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
6.      Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.

b.      Asas Psikologis
1.      Psikologi Anak
Sekolah sebagai institusi yang bergerak dibidang pendidikan didirikan untuk mengayomi  kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi yang memungkinkan anak dapat belajar mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Pada permulaan abad ke-20, anak kian mendapat perhatian yang menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.
Kemudian muncullah aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah:
·      Anak bukan miniatur orang dewasa
·      Fungsi sekolah diantaranya mengembangkan pribadi anak seutuhnya
·      Faktor anak harus benar-benar diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
·      Anak harus menjadi pusat pendidikan atau sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar
·      Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya
·      Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.
            2. Psikologi Belajar
Pendidikan disekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak – anak dapat di didik. Anak – anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma- norma, dapat mempelajari macam – macam keterampilan. Kurikulum dapat di susun dan disajikan dengan jalan yang seefektif –efektifnya agar proses keberlangsungan belajar berjalan dengan baik.[4]
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar juga psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum.[5]
Pentingnya penguasaan psikologi belajar dalam pengembangan kurikulum antara lain diperlukan dalam hal:
1.    Seleksi dan organisasi bahan pelajaran
2.    Menentukan kegiatan belajar mengajar yang paling serasi
3.    Merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai. (Nasution, 2008:57)
Asas psikologi berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat psikologi. Manusia sebagai makhluk yang bersifat unitas multiplex yang terdiri atas sembilan aspek psikologi yang kompleks tetapi satu. Aspek-aspek tersebut dikembangkan dengan perantara berbagai mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum sebagai berikut:
1.   Aspek ketakwaan: Dikembangkan dengan kelompok bidang agama.
2.   Aspek cipta: Dikembangkan dengan kelompok bidang studi ekstra, sosial, bahasa, dan filsafat.
3.   Aspek rasa: Dikembangkan dengan kelompok bidang studi seni.
4.   Aspek karsa: Dikembangkan dengan kelompok bidang studi etika, budi pekerti, agama, dan PPKN.
5.  Aspek karya (kreatif): Dikembangkan melalui kegiatan penelitian, independen studi, dan pengembangan bakat.
6.   Aspek karya (keprigelan): Dikembangkan dengan berbagai mata pelajaran keterampilan.
7.   Aspek kesehatan: Dikembangkan dengan kelompok bidang studi kesehatan dan olahraga.
8.   Aspek sosial: Dikembangkan melalui kegiatan praktek lapangan, gotong royong, kerja bakti, KKN, PPL, dan sebagainya.
9.   Aspek karya: Dikembangkan melalui pembinaan bakat dan kerja mandiri.
c.  Asas Sosiologis 
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar individu, golongan, lembaga sosial atau masyarakat. Dunia sekitar merupakan lingkungan hidup bagi manusia. Masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama hingga mereka mengatur diri mereka sendiri dan menganggap sebagai suatu kesatuan sosial.
Sekolah adalah institusi sosial yang didirikan dan ditujukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Maka kurikulum sekolah dalam penyusunan dan pelaksanaan banyak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang berkembang dan selalu berubah di dalam masyarakat.
Dalam membina kurikulum, kita sering kali menemui kesulitan tentang bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut disampaikan serta kearah mana proses sosialisai tersebut ingin dikontruksi sesuai dengan tuntutan masyrakat. Masyarakat mempunyai norma-norma, ada kebiasaan yang mau tidak mau harus dikenal dan diwujudkan anak-anak dalam kelakuannya.
Dalam hal ini juga harus dijaga keseimbangan antara kepentingan  anak sebagai individu dengan kepentingan anak sebagai anggota masyarakat, dan ini dapat dicapai apabila dicegah kurikulum yang semata mata bersifat suciety-centered. Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya semata-mata digunakan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam pembinaan kurikulum tingkat sekolah atau bahkan tingkat pengajaran.[6]
d.      Asas Organisatoris
Asas ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum. Ilmu jiwa asosiasi yang menganggap bahwa keseluruhan jumlah sebagian kurikulum merupakan mata pelajaran yang terpisah – pisah, yang mempunyai keuntungan dan juga kelemahan. Menurut Gestalt, prinsip keseluruhan mempengaruhi organisasi kurikulum yang telah di susun secara unit, tidak diadakan batasan antar mata pelajaran.[7]
Dilihat dari organisasinya, ada tiga kemungkinan tipe bentuk kurikulum:[8]
a.       Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, (separatet subjec curriculum).
b.      Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis dihubung-hubungkan (correlated curiculum).
c.       Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua / hampir semua maka pelajaran (integrated curriculum).
Pada seperated subjeck curriculum, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, sehingga banyak jenismata pelajaran dan menjadi sempit ruang lingkupnya.sedangkan correlated curriculum mata pelajaran itu di hubungkan antara satu dengan yang lainya, sehingga tidak berdiri sendiri – sendiri pada separated subject curriculum dan ini dibuat sebagai reaksi terhadap kurikulum yang di anggap kurang sempurna. Pada integrated curriculum, kurikulum dipadukan secara menyeluruh dan dalam kesatuan, dan diharapkan dapat membentuk manusia yang utuh.






DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Zein, Muhammad. 1991. Asas dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Sumbangsih Offset.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum

http://ancharyu.wordpress.com/2010/02/25/asas-pengembangan kurikulum/




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum
[2] Nasution, S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. H 11-14
[3] Ibid., h. 28
[4] Muhammad Zein. 1991. Asas dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Sumbangsih Offset., h. 22.
[5] S. Nasution.  1995. Asas – Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara., h. 13.

[6]  http://ancharyu.wordpress.com/2010/02/25/asas-pengembangan kurikulum/
[7] Muhammad Zein. 1991. Asas dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Sumbangsih Offset., h.  23- 24
[8] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masuk angin

Angin tiba tiba menyelinap ke dalam pori memasuki ruang-ruang kosong, menyesaki paru hingga sesak untuk dihembuskan. Menerawang jauh de...