BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari kehidupan
masyarakat, masyarakat sebagai bentuk dari kumpulan manusia dengan berbagai
kegaitannya saling berbaur satu sama lain.
Berbagai bidang yang digeluti
manusia bersama dalam masyarakat pun tidak terlepas dari adanya daya dukung
lingkungan sebagai tempat tinggal mannusia. Manusia yang merupakan bagian aktif dari alam
meaminkan peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan. Baik kehidupan
manudia dalam masyarakat maupun keberadaan masyarakat ditengah lingkungan.
Manusia, masyarakat, dan lingkungan merupakan tiga hal yang saling
berhubungan erat. Ketiganya sama-sama memegang peranan penting dalam kehidupan.
Islam sebagai agama yang sempurna, membahas seluruh lini kehidupan baik
mengenai manusia, masyarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
penulis bermaksud untuk membahas tentang pandangan filsafat pendidikan Islam
terhadap manusia, masyarakat, dan lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan
Islam terhadap manusia?
2. Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan
Islam terhadap masyarakat?
3. Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan
Islam terhadap lingkungan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan
Islam terhadap manusia.
2. Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan
Islam terhadap masyarakat.
3. Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan
Islam terhadap lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap
Manusia
Manusia menurut
Islam dilahirkan dengan potensi dan bakat yang di bawanya sejak lahir secara
fitrah. Fitrah yang berarti manusia membawa sifat dasar kebaikan, keimanan, dan
potensi dasar tauhid yang kemudian menjadi perilakunya di kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, manusia sebenarnya terus memerlukan pengayoman
spritual, agar tidak tercabut dari watak keimanannya.
1.
Hakikat Manusia
Manusia merupakan pertalian antara dua unsur yaitu
badan dan ruh. Masing-masing unsur tersebut berdiri sendiri.[1]
Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan
gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari
penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna dan sebaik-baik
ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran.
Firman Allah SWT (Q.S, Al
Mu’minun/23:12-14)
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Penciptaan
manusia adalah proses
biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam peruses ini, manusia
diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang
disimpan di tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani di jadikan
darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut
kemudian dijadikan-Nya segumapal daging (mudghah) dan kemudian di balut
dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh. (Q.S, Al
Mu’minun/23:12-14). Hadist yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim menyatakan
bahwa ruh di hembuskan Allah SWT ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah,
40 hari alaqah daan 40 hari mudghah.
Manusia secara fisik memiliki
bentuk yang lebih sempurna dibandingkan makhluk lain. Dengan kata lain manusia
menjadi makhluk yang paling tinggi.[2]
2.
Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara badan dan ruh serta didukung oleh
potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan at-taqwin
dan merupakan manusia pada posisi yang strategis yaitu: Hamba Allah (‘abd
Allah) dan Khalifah Allah (khalifah fi al-ardh).
1.
Manusia Sebagai Hamba Allah (‘abd Allah)
Jin dan manusia diciptakan melainkan hanya untuk beribadah kepada allah.
Maka dalam hal ini manusia berkedudukan sebagai hamba yang wajib mentaati
seluruh perintah-Nya, sebaliknya manusia juga harus menjauhi seluruh
larangan-Nya,
2.
Manusia Sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh.
Manusia adalah wakil Allah dibumi yang merupakan
pelaksana dari kekuasaan dan kehendak Allah.[3]
3.
Manusia dan Proses Kependidikan
Manusia tidak hanya dipandang sebagai
makhluk ideal dan stuktural, tetapi
diletakkan pada posisi potensial dalam masa perkembangnnya. Manusia bukanlah
robot ataupun makhluk instrumental. [4]
Dalam masa penggalian potensi sesuai masa
perkembangannya, proses pendidikan dalam prinsip pandangan Islam bersifat tabi’iyah
yang artinya sesuai deangan tabiat hidup manusia.
Manusia mengalami proses kependidikan yang
bersasaran pokok pada head, heart, hand akan berlangsung sepanjang hayat. Proses
kependidikan adalah long life education yang diartikan sebagai proses
tanpa akhir.
Dari segi psikologis, manusia dan proses
pendidikan dapat dipandang sebagai makhluk yang sedang berkembang dalam proses
komunikasi antara individualitaasnya dengan orang lain maupun lingkungan
sekitar. Proses ini dapat membawa pada pengembangan sosialitas dan kemampuan
moralitasnya.
Menurut pandangan Islam, proses kependidikan
yang berlaku bagi manusia itu dipandang sebagai perkembangan yang alamiah,
yaitu proses yang harus terjadi terhadap diri manusia. Pola perkembangan
tersebut merupakan sunnatullah sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat
Al-Mukninun ayat 12-14 yang tersebut diatas. [5]
B. Pandangan
Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Masyarakat
1.
Hakikat Masyarakat
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang teratur rapi, aman, makmur,
adil, dan bahagia yang meliputi seluruh umat. Kehidupan komunitas masyarakat
dalam Islam menerapkan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan seperti dalam
bidang akidah, ibadah, akhlaq, undang-undang, dan system pemerintahan.
2.
Dasar Pembentukan Masyarakat Islam
Dasar pembentukan masyarakat islam adalah
salah satu alasan yaitu manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki
kebutuhan untuk berhaul dan berinteraksi
dengan manusia lain. Manusia memiliki pembawaan hidup untuk bermasyarakat.
Untuk mmencapai kehidupan bermasyarakat maka manusia haris bersikap toleran,
ramah tamah, pandai menyesuaikan diri dan dapat mengendalikan diri.[6]
Menurut Mustafa Abd. Al Wahid, dasar-dasar
pembentukan masyarakat Islam adalah sebagai berikut:
1. Persaudaraan
Masyarakat yang dibina atas dasar persaudaraan yang menyeluruh dan diikat oleh kesatuan keyakinan yaitu tidak ada Tuhan yang hak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Masyarakat Islam bersifat universal dan tidak terikat oleh perbedaan bangsa, bahasa dan warna kulit.
Masyarakat yang dibina atas dasar persaudaraan yang menyeluruh dan diikat oleh kesatuan keyakinan yaitu tidak ada Tuhan yang hak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Masyarakat Islam bersifat universal dan tidak terikat oleh perbedaan bangsa, bahasa dan warna kulit.
2. Kasih Sayang
Masyarakat Islam dibina atas dasar
kasih sayang antara satu sama lain.
3.
Persamaan
Masyarakat Islam mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Adapun yang
membedakannya hanyalah fungsinya masing-masing dalam masyarakat.
4. Kebebasan
Masyarakat Islam dibina untuk mempunyai kebebasan atau kemerdekaan. Dalam agama Islam tidak ada paksaan dalam beragama. Hal ini bukan berarti orang Islam bebas tidak beragama.
Masyarakat Islam dibina untuk mempunyai kebebasan atau kemerdekaan. Dalam agama Islam tidak ada paksaan dalam beragama. Hal ini bukan berarti orang Islam bebas tidak beragama.
5. Keadilan Sosial
Masyarakat Islam dibina atas dasar
berkeadilan sosial yaitu keadilan yang merata bagi seluruh umat.
3.
Karakteristik Masyarakat Islam
Dalam Islam,
anggota masyarakat mempunyai persamaan dalam hak dan kewajiban. Islam tidak
mengenal kasta dan pemberian hak-hak istimewa kepada seseorang atau kelompok.
Kemuliaan seseorang dalam masyarakat Islam hanyalah karena ketaqwaannya kepada
Allah. Adanya perbedaan itu tidaklah menyebabkan perbedaan dalam kedudukan
sosial.
Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan
tidak dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi pada perkembangan hak asasi
manusia dalam masyarakat internasional. Secara umum karakteristik masyarakat
Islam mempunyai tiga ciri yaitu kembali kepada Allah, mengutamakan ketaqwaan,
dan saling menghormati sesame anggota masyarakat.
4.
Hubungan Pendidikan Islam dengan Masyarakat
Bila dikaitkan
masyarakat dengan pendidikan Islam, sebenarnya manusia semenjak lahir sudah
mempunyai naluri hidup bersama. Ada hasrat yang kuat dalam diri manusia yaitu
manusia ingin menjadi satu dengan sesamanya dan lingkungan sekitarnya. Untuk
dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, Manusia
harus menggunakan fikiran, perasaan, dan kemauannya serta harus senantiasa
hidup dengan sesamanya. Untuk itu manusia dituntut untuk menyempurnakan dan
memperluas sikap, tindak-tanduknya, agar tercapai kedamaian dengan
lingkungannya. Disinilah peranan pendidikan Islam. Bagaimana usaha pendidikan
Islam bisa mewadahi hasrat dan kebutuhan manusia dalam rangka mencapai kehidupan
masyarakat yang harmonis, damai, dan makmur.
C. Pandangan
Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Lingkungan
Alam semesta khususnya lingkungan adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh
menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia
tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan
alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya
sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia
lainnya.
1.
Manusia Dan Alam
Sejak kelahiran
manusia, muncul jenis-jenis baru tumbuhan dan hewan
yang telah disediakan untuk lingkungan hidup manusia agar sejahtera hidupnya.
Lingkungan itu perlu diolah dan dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya, supaya
sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia dimuka bumi ini sebagai
khalifah. Kita harus mencintai lingkungan, artinya memperlakukan bermacam ragam
benda, baik biotik (yang dapat diperbaharui) maupun abiotik (yang tidak dapat
diperbaharui), agar lingkungan hidup dapat berfungsi dan dapat untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia lahir dan batin. Bumi dan isinya adalah
bahan mentah yang harus diolah dan dilestarikan manusia agar bumi dan isinya
selalu terlestarikan dan terolah secara baik, Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur (Q.S Al-A’raff: 7)
Berpegang pada dalil-dalil Al-Qur’an yang ada,
alam semesta ini diciptakan oleh Allah untuk dipelajari manusai agar ia dapat
mennjalankan fungi dan kedudukannya dimuka bumi ini.[7]
Firman Allah
Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Di dalam Al-Qur’an, lebih dari 750 ayat yang
menunjukan fenomena alam, dan manusia diminta untuk memikirkan alam agar
mengenal Tuhan melalui tanda-tanda-Nya. Mehdi Golsani secara baik, membagi ayat
al-Qur’an menjadi delapan kategori, diantaranya:[8]
1. Ayat yang mengambarkan elemen-elemen pokok
objek atau menyuruh manusia untuk menyingkapkan. Ayat-ayat ini terdapat dalam
Q.S. 21:45; Q.S. 76:2. Atau juga terdapat dalam Q.S. 86:5 “Maka hendaklah
manusia memperhatikan dari apa yang diciptakan”
2. Ayat yang mengenai masalah cara penciptaan
objek-objek materil, apapun yang menyuruh manusia untuk menyingkap asal-usulnya.
Adapun ayat-ayatnya dapat dilihat dalam Q.S. 23: 12-14; Q.S. 21: 30; Q.S. 32:
10; Q.S. 41:11; Q.S.88: 17-20 atau Q.S. 11: 7. “Dan dialah yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, dan ‘Arsy-Nya di atas air....”
3. Ayat yang menyuruh manusia untuk menyingkap
bagaimana alam fisis ini berwujud. Ayat-ayatnya antara lain Q.S. 29:20 dan Q.S.
29:19 yang artinya “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
memulai penciptaan (makhluk), kemudian Dia mengulanginya (kembali)...”
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah yang maha kuasa
menganjurkan kepada manusia untu melihat dan memikirkan fenomena alam. Denagn
melihat keteraturan dan koordinasi didalam sistem penciptaan dan
keajaiban-keajaibannya akan lebih mendekatkan kepada-Nya. Karena alasan
tersebutlah kemudian Allah berfirman: “...Sesungguhnya yang takut kepada
Allah daintara hamba-hamba-Nya hanyalah orang yang berilmu.”
2.
Memanfaatkan Lingkungan
Manusia terhadap ligkungannya
sangatlah dominan selaku subjek penentu, yang dapat menentukan apakah
lingkungan itu dapat bermanfaat atau tidak. Namun manusia tentulah sangat
mengiginkan kehidupannya selalu bermanfaat. Pemanfaatan alam sebesar-besarnya
bagi kehidupan dan kesejahteraannya harus di sertai upayamenjaga keseimbangan
ekologi dan mempertahankan kelestariannya. Seharusnya
sikap manusia terhadap lingkungan bersifat akti memanfaatkannya seperti tanah,
air dan udara.
1)
Tanah
Pengguanaan tanah untuk pertanian seperti dikemukakan sebelumnya, dimulai
sejak yang paling sederhana sampai dengan abad teknologi pada zaman sekarang.
Islam memberikan motivasi agar manusia memanfaatkan tanah umpamanya untuk
memetik hasil dari kekayaan tanah. Allah
berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 22
Artinya: Dialah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan D ia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30],
Padahal kamu mengetahui.
2)
Air
Air merupakan kebutuhan pokok manusia, sejak pengguanaan air seperti minum,
masak, mandi sampai pemanfaatannya untuk pertanian dan pembangkit listrik.
Allah swt berfirman dalam surat waqiah ayat 68-70:
Artinya: Maka Terangkanlah kepadaku
tentang air yang kamu minum (68) kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang
menurunkannya? (69) kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka
Mengapakah kamu tidak bersyukur? (70)
3) Hutan
Hutan sebagai pelindung banjir, longsor dan penyimpanan persediaan air di
pegunungan. Air tersebut meresap ke dalam tanah di sela-sela rimba, kemudian
muncul menjadi mata air yang jernih mengalir melalui kali-kali kecil dan
berhimpun menjadi sungai. Allah swt berfirman
Artinya:
7. dan Kami hamparkan bumi itu
dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya
segala macam tanaman yang indah dipandang mata,
8.
untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali
(mengingat Allah).
9. dan Kami turunkan dari langit
air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan
biji-biji tanaman yang diketam,
10. dan pohon kurma yang
tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun,
11. untuk menjadi rezki bagi
hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering).
seperti Itulah terjadinya kebangkitan. (Q.S Qaaf:
7-11).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia mengalami proses kependidikan yang bersasaran
pokok pada head, heart, hand akan
berlangsung sepanjang hayat. Proses kependidikan adalah long life education
yang diartikan sebagai proses tanpa akhir.
Menurut pandangan Islam, proses kependidikan yang berlaku
bagi manusia itu dipandang sebagai perkembangan yang alamiah, yaitu proses yang
harus terjadi terhadap diri manusia. Pola perkembangan tersebut merupakan
sunnatullah
Manusia
harus menggunakan fikiran, perasaan, dan kemauannya serta harus senantiasa
hidup dengan sesamanya. Untuk itu manusia dituntut untuk menyempurnakan dan
memperluas sikap, tindak-tanduknya, agar tercapai kedamaian dengan masyarakatnya.
Dasar pembentukan masyarakat islam adalah salah satu
alasan yaitu manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan
untuk bergaul dan berinteraksi dengan
manusia lain. Manusia memiliki pembawaan hidup untuk bermasyarakat. Untuk
mencapai kehidupan bermasyarakat maka manusia harus bersikap toleran, ramah
tamah, pandai menyesuaikan diri dan dapat mengendalikan diri.
Alam semesta khususnya lingkungan adalah
media
pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk
melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat
hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta
saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan
manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan
Islam. Ed. Revisi. Cet. 6. Jakarta: Bumi aksara. 2012.
Sahrodi, Jamali. Filsafat Pendidikan Islam,
Bandung: CV. Arvino Raya. 2011.
Zuhairini, dkk . Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
aksara. 2004.
http://rionata93.blogspot.com/2012/08/pandangan-filsafat-pendididkan-islam_948.html
(7 Mei 2014)
http://www.ibnusoim.com/2013/06/bab-i-pandangan-filsafat-pendidikan.html
(1 Mei 2014)
[4] Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Ed. Revisi. Cet. 6.
Jakarta: Bumi aksara. 2012. h. 61.
izin share kakak cantik :)
BalasHapusmy pleasure...;)
HapusIzin copas ya...!
BalasHapusUntuk tugas