Sabtu, 07 Juni 2014

PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP MANUSIA, MASYARAKAT, DAN LINGKUNGAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari kehidupan masyarakat, masyarakat sebagai bentuk dari kumpulan manusia dengan berbagai kegaitannya saling berbaur satu sama lain.
 Berbagai bidang yang digeluti manusia bersama dalam masyarakat pun tidak terlepas dari adanya daya dukung lingkungan sebagai tempat tinggal mannusia. Manusia  yang merupakan bagian aktif dari alam meaminkan peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan. Baik kehidupan manudia dalam masyarakat maupun keberadaan masyarakat ditengah lingkungan.
Manusia, masyarakat, dan lingkungan merupakan tiga hal yang saling berhubungan erat. Ketiganya sama-sama memegang peranan penting dalam kehidupan. Islam sebagai agama yang sempurna, membahas seluruh lini kehidupan baik mengenai manusia, masyarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
 Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis bermaksud untuk membahas tentang pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap manusia, masyarakat, dan lingkungan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap manusia?
2.      Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap masyarakat?
3.      Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap lingkungan?
C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap manusia.
2.    Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap masyarakat.
3.    Untuk mengetahui pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Manusia
Manusia menurut Islam dilahirkan dengan potensi dan bakat yang di bawanya sejak lahir secara fitrah. Fitrah yang berarti manusia membawa sifat dasar kebaikan, keimanan, dan potensi dasar tauhid yang kemudian menjadi perilakunya di kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, manusia sebenarnya terus memerlukan pengayoman spritual, agar tidak tercabut dari watak keimanannya.
                       1.           Hakikat Manusia
Manusia merupakan pertalian antara dua unsur yaitu badan dan ruh. Masing-masing unsur tersebut berdiri sendiri.[1] Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran.
Firman Allah SWT        (Q.S, Al Mu’minun/23:12-14)             

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
Penciptaan manusia  adalah proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam peruses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang disimpan di tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani di jadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumapal daging (mudghah) dan kemudian di balut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh. (Q.S, Al Mu’minun/23:12-14). Hadist yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim menyatakan bahwa ruh di hembuskan Allah SWT ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari alaqah daan 40 hari mudghah.
   Manusia secara fisik memiliki bentuk yang lebih sempurna dibandingkan makhluk lain. Dengan kata lain manusia menjadi makhluk yang paling tinggi.[2]

                          2.      Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara badan dan ruh serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan at-taqwin dan merupakan manusia pada posisi yang strategis yaitu: Hamba Allah (‘abd Allah) dan Khalifah Allah (khalifah fi al-ardh).
1.       Manusia Sebagai Hamba Allah (‘abd Allah)
Jin dan manusia diciptakan melainkan hanya untuk beribadah kepada allah. Maka dalam hal ini manusia berkedudukan sebagai hamba yang wajib mentaati seluruh perintah-Nya, sebaliknya manusia juga harus menjauhi seluruh larangan-Nya,
2.       Manusia Sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh.
Manusia adalah wakil Allah dibumi yang merupakan pelaksana dari kekuasaan dan kehendak Allah.[3]

3.       Manusia dan Proses Kependidikan
Manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk  ideal dan stuktural, tetapi diletakkan pada posisi potensial dalam masa perkembangnnya. Manusia bukanlah robot ataupun makhluk instrumental. [4]
Dalam masa penggalian potensi sesuai masa perkembangannya, proses pendidikan dalam prinsip pandangan Islam bersifat tabi’iyah yang artinya sesuai deangan tabiat hidup manusia.
Manusia mengalami proses kependidikan yang bersasaran pokok pada head, heart, hand  akan berlangsung sepanjang hayat. Proses kependidikan adalah long life education yang diartikan sebagai proses tanpa akhir.
Dari segi psikologis, manusia dan proses pendidikan dapat dipandang sebagai makhluk yang sedang berkembang dalam proses komunikasi antara individualitaasnya dengan orang lain maupun lingkungan sekitar. Proses ini dapat membawa pada pengembangan sosialitas dan kemampuan moralitasnya.
Menurut pandangan Islam, proses kependidikan yang berlaku bagi manusia itu dipandang sebagai perkembangan yang alamiah, yaitu proses yang harus terjadi terhadap diri manusia. Pola perkembangan tersebut merupakan sunnatullah sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Mukninun ayat 12-14 yang tersebut diatas. [5]
B.     Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Masyarakat
1.      Hakikat Masyarakat
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang teratur rapi, aman, makmur, adil, dan bahagia yang meliputi seluruh umat. Kehidupan komunitas masyarakat dalam Islam menerapkan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan seperti dalam bidang akidah, ibadah, akhlaq, undang-undang, dan system pemerintahan.
2.      Dasar Pembentukan Masyarakat Islam
Dasar pembentukan masyarakat islam adalah salah satu alasan yaitu manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk  berhaul dan berinteraksi dengan manusia lain. Manusia memiliki pembawaan hidup untuk bermasyarakat. Untuk mmencapai kehidupan bermasyarakat maka manusia haris bersikap toleran, ramah tamah, pandai menyesuaikan diri dan dapat mengendalikan diri.[6]
Menurut Mustafa Abd. Al Wahid, dasar-dasar pembentukan masyarakat Islam adalah sebagai berikut:
1.      Persaudaraan
Masyarakat yang dibina atas dasar persaudaraan yang menyeluruh dan diikat oleh kesatuan keyakinan yaitu tidak ada Tuhan yang hak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya.
Masyarakat Islam bersifat universal dan tidak terikat oleh perbedaan bangsa, bahasa dan warna kulit.
2.      Kasih Sayang
Masyarakat Islam dibina atas dasar kasih sayang antara satu sama lain.
3.      Persamaan
Masyarakat Islam mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Adapun yang membedakannya hanyalah fungsinya masing-masing dalam masyarakat.
4.      Kebebasan
Masyarakat Islam dibina untuk mempunyai kebebasan atau kemerdekaan. Dalam agama Islam tidak ada paksaan dalam beragama. Hal ini bukan berarti orang Islam bebas tidak beragama.
5.      Keadilan Sosial
Masyarakat Islam dibina atas dasar berkeadilan sosial yaitu keadilan yang merata bagi seluruh umat.
3.       Karakteristik Masyarakat Islam
Dalam Islam, anggota masyarakat mempunyai persamaan dalam hak dan kewajiban. Islam tidak mengenal kasta dan pemberian hak-hak istimewa kepada seseorang atau kelompok. Kemuliaan seseorang dalam masyarakat Islam hanyalah karena ketaqwaannya kepada Allah. Adanya perbedaan itu tidaklah menyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial.
 Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan kontribusi pada perkembangan hak asasi manusia dalam masyarakat internasional. Secara umum karakteristik masyarakat Islam mempunyai tiga ciri yaitu kembali kepada Allah, mengutamakan ketaqwaan, dan saling menghormati sesame anggota masyarakat.
4.      Hubungan Pendidikan Islam dengan Masyarakat
Bila dikaitkan masyarakat dengan pendidikan Islam, sebenarnya manusia semenjak lahir sudah mempunyai naluri hidup bersama. Ada hasrat yang kuat dalam diri manusia yaitu manusia ingin menjadi satu dengan sesamanya dan lingkungan sekitarnya. Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, Manusia harus menggunakan fikiran, perasaan, dan kemauannya serta harus senantiasa hidup dengan sesamanya. Untuk itu manusia dituntut untuk menyempurnakan dan memperluas sikap, tindak-tanduknya, agar tercapai kedamaian dengan lingkungannya. Disinilah peranan pendidikan Islam. Bagaimana usaha pendidikan Islam bisa mewadahi hasrat dan kebutuhan manusia dalam rangka mencapai kehidupan masyarakat yang harmonis, damai, dan makmur.

C.    Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Lingkungan
Alam semesta khususnya lingkungan adalah  media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.
1.      Manusia Dan Alam
Sejak kelahiran manusia, muncul jenis-jenis baru tumbuhan dan hewan yang telah disediakan untuk lingkungan hidup manusia agar sejahtera hidupnya. Lingkungan itu perlu diolah dan dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya, supaya sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia dimuka bumi ini sebagai khalifah. Kita harus mencintai lingkungan, artinya memperlakukan bermacam ragam benda, baik biotik (yang dapat diperbaharui) maupun abiotik (yang tidak dapat diperbaharui), agar lingkungan hidup dapat berfungsi dan dapat untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia lahir dan batin. Bumi dan isinya adalah bahan mentah yang harus diolah dan dilestarikan manusia agar bumi dan isinya selalu terlestarikan dan terolah secara baik, Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur (Q.S Al-A’raff: 7)
Berpegang pada dalil-dalil Al-Qur’an yang ada, alam semesta ini diciptakan oleh Allah untuk dipelajari manusai agar ia dapat mennjalankan fungi dan kedudukannya dimuka bumi ini.[7]
Firman Allah



Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Di dalam Al-Qur’an, lebih dari 750 ayat yang menunjukan fenomena alam, dan manusia diminta untuk memikirkan alam agar mengenal Tuhan melalui tanda-tanda-Nya. Mehdi Golsani secara baik, membagi ayat al-Qur’an menjadi delapan kategori, diantaranya:[8]
1.      Ayat yang mengambarkan elemen-elemen pokok objek atau menyuruh manusia untuk menyingkapkan. Ayat-ayat ini terdapat dalam Q.S. 21:45; Q.S. 76:2. Atau juga terdapat dalam Q.S. 86:5 “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa yang diciptakan”
2.      Ayat yang mengenai masalah cara penciptaan objek-objek materil, apapun yang menyuruh manusia untuk menyingkap asal-usulnya. Adapun ayat-ayatnya dapat dilihat dalam Q.S. 23: 12-14; Q.S. 21: 30; Q.S. 32: 10; Q.S. 41:11; Q.S.88: 17-20 atau Q.S. 11: 7. “Dan dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan ‘Arsy-Nya di atas air....”
3.      Ayat yang menyuruh manusia untuk menyingkap bagaimana alam fisis ini berwujud. Ayat-ayatnya antara lain Q.S. 29:20 dan Q.S. 29:19 yang artinya “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan (makhluk), kemudian Dia mengulanginya (kembali)...”
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah yang maha kuasa menganjurkan kepada manusia untu melihat dan memikirkan fenomena alam. Denagn melihat keteraturan dan koordinasi didalam sistem penciptaan dan keajaiban-keajaibannya akan lebih mendekatkan kepada-Nya. Karena alasan tersebutlah kemudian Allah berfirman: “...Sesungguhnya yang takut kepada Allah daintara hamba-hamba-Nya hanyalah orang yang berilmu.”
2.      Memanfaatkan Lingkungan
Manusia terhadap ligkungannya sangatlah dominan selaku subjek penentu, yang dapat menentukan apakah lingkungan itu dapat bermanfaat atau tidak. Namun manusia tentulah sangat mengiginkan kehidupannya selalu bermanfaat. Pemanfaatan alam sebesar-besarnya bagi kehidupan dan kesejahteraannya harus di sertai upayamenjaga keseimbangan ekologi dan mempertahankan kelestariannya. Seharusnya sikap manusia terhadap lingkungan bersifat akti memanfaatkannya seperti tanah, air dan udara.
1)      Tanah
Pengguanaan tanah untuk pertanian seperti dikemukakan sebelumnya, dimulai sejak yang paling sederhana sampai dengan abad teknologi pada zaman sekarang. Islam memberikan motivasi agar manusia memanfaatkan tanah umpamanya untuk memetik hasil dari kekayaan tanah. Allah  berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 22
Artinya: Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan D ia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], Padahal kamu mengetahui.



2)      Air
Air merupakan kebutuhan pokok manusia, sejak pengguanaan air seperti minum, masak, mandi sampai pemanfaatannya untuk pertanian dan pembangkit listrik. Allah swt berfirman dalam surat waqiah ayat 68-70:
Artinya: Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum (68) kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya? (69) kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka Mengapakah kamu tidak bersyukur? (70)
3)      Hutan
Hutan sebagai pelindung banjir, longsor dan penyimpanan persediaan air di pegunungan. Air tersebut meresap ke dalam tanah di sela-sela rimba, kemudian muncul menjadi mata air yang jernih mengalir melalui kali-kali kecil dan berhimpun menjadi sungai. Allah swt berfirman
Artinya:
7. dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata,
8. untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).
9. dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,
10. dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun,
11. untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). seperti Itulah terjadinya kebangkitan. (Q.S Qaaf: 7-11).
               

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia mengalami proses kependidikan yang bersasaran pokok pada head, heart, hand  akan berlangsung sepanjang hayat. Proses kependidikan adalah long life education yang diartikan sebagai proses tanpa akhir.
Menurut pandangan Islam, proses kependidikan yang berlaku bagi manusia itu dipandang sebagai perkembangan yang alamiah, yaitu proses yang harus terjadi terhadap diri manusia. Pola perkembangan tersebut merupakan sunnatullah
Manusia harus menggunakan fikiran, perasaan, dan kemauannya serta harus senantiasa hidup dengan sesamanya. Untuk itu manusia dituntut untuk menyempurnakan dan memperluas sikap, tindak-tanduknya, agar tercapai kedamaian dengan masyarakatnya.
Dasar pembentukan masyarakat islam adalah salah satu alasan yaitu manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk  bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain. Manusia memiliki pembawaan hidup untuk bermasyarakat. Untuk mencapai kehidupan bermasyarakat maka manusia harus bersikap toleran, ramah tamah, pandai menyesuaikan diri dan dapat mengendalikan diri.
Alam semesta khususnya lingkungan adalah  media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Ed. Revisi. Cet. 6. Jakarta: Bumi aksara. 2012.
Sahrodi, Jamali. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV. Arvino Raya. 2011.
Zuhairini, dkk . Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara. 2004.
http://rionata93.blogspot.com/2012/08/pandangan-filsafat-pendididkan-islam_948.html  (7 Mei 2014)
http://www.ibnusoim.com/2013/06/bab-i-pandangan-filsafat-pendidikan.html     (1 Mei 2014)



[1] Zuhairini, dkk . Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara. 2004. h. 75

[2] Ibid., h. 78.
[3] Ibid.
[4] Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Ed. Revisi. Cet. 6. Jakarta: Bumi aksara. 2012. h. 61.
[5] Ibid., h. 55.
[6] Zuhairini, op.cit. h.96.
[7] Zuhairini, op.cit. h. 83.
[8] Sahrodi, Jamali. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV. Arvino Raya. 2011. h. 42.

3 komentar:

Masuk angin

Angin tiba tiba menyelinap ke dalam pori memasuki ruang-ruang kosong, menyesaki paru hingga sesak untuk dihembuskan. Menerawang jauh de...