MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Terus meningkatnya perkembangan pola pikir manusia dan
kesadaran manusia akan dirinya beserta kehidupan yang di jalani membuat
terjadinya kompleksitas dalam setiap sudut kehidupan manusia.
Hal tersebut pun di tandai pula
dengan semakin lunturnya sekat- sekat pemisah antar bangsa atau yang biasa
disebut dengan istilah globalisasi. Globalisasi inilah yang selanjutnya
berperan sebagai titik awal perkembangan manusia menuju masyarakat yang lebih
kompleks.
Dalam
perkembangan awal manusia dapat mengenal atau mempelajari lingkungan baru
dengan lebih cepat. Perkembangan awal tersebut dapat pula di sebut sebagai
salah satu dari sekian banyak keuntungan
yang dapar di unduh dari Globalisasi.
Namun lebih dari pada itu, terkandung cukup
banyak hal- hal yang kurang baik dalam proses globalisasi akibat kurang
sempurnanya usaha preventive dari para pelaku maupun penikmat globalisasi dalam
menagkis hal- hal kurang baik yang sewaktu- waktu siap memasuki wilayah mereka.
Stress, konflik, maupun ketidaksiapan diri dalam menerima hal baru adalah
sebagian kecil dari masalah yang akan timbul akibat dari masuknya arus
globalisasi.
Hal
inilah yang melatarbelakangi para konselor untuk terus menguatkan niat
memberikan bantuan maupun motivasi bagi para pengidap masalah untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam lingkup bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bimbingan
Bimbingan
merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa
makna. Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal
kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer
(menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
Bimbingan pada
prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri,
menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih,
menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan
lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[1]
Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa
bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau
sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan
hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.
Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94),
mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu
untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.
Ahli lain seperti Wisnu Pamuja Utama
(2011) berpandangan bahwa bimbingan yaitu sebagai suatu proses
bantuan yang terus
menerus kepada individu
agar mencapai kemampuan
untuk dapat memahami
dirinya dan kemampuan
untuk merealisasikan dirinya
sesuai dengan potensi
atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik
keluarga, sekolah dan
masyarakat, yang pada
akhirnya individu akan
mencapai perkembangan yang
optimal.
Tak jauh berbeda dengan pendapat
yang dilontarkan oleh Wisnu Pamuja Utama, Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya,
1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang
terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan
untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan
dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah
bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang
dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri,
memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang
lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (2004:
99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Pengertian
yang dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti di atas berdasarkan rangkuman
butir- butir pokok bimbingan yang di
kemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
1. Pelayanan
bimbingan merupakan suatu proses. Berarti bahwa bimbingan tidak terjadi pada
satu waktu melainkan melalui proses perkembangan yang memerlukan waktu.
2. Bimbingan
merupakan proses pemberian bantuan. Bantuan yang dimaksud adalah bimbingan yang
bersifat pribadi yang memberi dorongan untuk perkembangan individu bukan
bantuan materil.
3. Bantuan itu
diberikan kepada individu, baik perseorangan maupun kelompok. Sasaran pelayanan
itu adalah orang yang diberi bantuan.
4. Pemecahan
masalah dalam bimbingan dilakukan oleh dan atas kekuatan klien sendiri. Dalam
hal ini permasalahan akan diputuskan sendiri jalan keluaranya oleh klien
sehingga akan terbentuk kemandirian pada klien.
5. Bimbingan
dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bahan, interaksi, nasihat, ataupun
gagasan, serta alat- alat tertentu baik dari klien sendiri, konselor maupun
dari lingkungan. Bahan dari klien dapat berupa masalah yang sedang dihadapi,
bahan dari lingkungan dapat berupa informasi tentang pendidikan maupun yang
lainnya sedangkan dari konselor dapat berupa nasihat- nasihat mauun dorongan
yang menguatkan klien. Alat- alatnya dapat berupa sarana penunjang yang dapat
mempercepat proses penyampaian tujuan.
6. Bimbingan tidak
hanya diberikan untuk kelompok- kelompok umur tertentu saja, tetapi meliputi
semua usia mulai dari mnak- anak, hingga dewasa.
7. Bimbingan
diberikan oleh orang- orang ahli, yaitu orang- orang yang memiliki kepribadian
yang terpilih dan telah memperoleh pendidikan serta latihan yang memadai dalam
bimbingan dan konseling.
8. Pembimbing
tidak selayaknya memaksakan keinginannya pada klien karena klien mempunyai hak
dan kewajiban untuk menentukan arah tujuan hidupnya sendiri.
9. Bimbingan
dilaksanakan sesuai dengan norma- norma yang berlaku.. dalam kaitannya aspek
pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan norma- norma yang berlaku,
justru aspek yang dilaksanakan harus mendorong klien untuk dapat mengikuti
norma- norma tersebut.
United States
Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai
kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada
peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema
yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial
dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar
peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat.
Dalam Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan
pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”
Dalam mendefisikan bimbingan para ahli dalam bidang bimbingan dan
konseling memiliki perbedaan pendapat dalam memberi pengertiannya. Walaupun
demikian dari beberapa pengertian yang telah mereka paparkan, maka dapat di
ambil kesimpulan bahwa bimbingan adalah sebuah proses pemberian bantuan atau
arahan terhadap individu dengan harapan agar seorang individu dapat menggunakan
potensi pribadinya untuk mengatasi berbagai hambatan atau masalah yang di
hadapi dalam kehidupnya.
2.2 Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa
Latin, yaitu consilium yang berarti
“dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”.
Sedangakan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau
“menyampaikan”.
Sebagaimana bimbingan yang dikemukakan oleh banyak ahli di
bidang bimbingan dan konseling, konseling pun juga memiliki banyak pengertian
yang dikemukakan oleh banyak ahli pula. Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan
bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor
yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau
seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan
dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap
ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi
dirinya.
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap
muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam
hal ini konseling dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan
kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.
Lebih lanjut konseling dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 :
101).
konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.[2]
Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai
serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu
konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil
tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Menurut Cavanagh konseling merupakan “a
relationship between a trained helper and a person seeking help in which both
the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people
learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.”
[Hubungan antara orang yang memberi
bantuan yang telah terlatih dengan orang yang mencari pertolongan, di
mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang
untuk belajar membangun relasi dengan
dirinya dan orang lain dengan cara yang produktif (growth-producing
ways)]
Dari paparan pengertian oleh beberapa ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa konseling adalah hubungan yang dilakukan antara konselor dan
klien dalam upaya memberikan pertolongan melalui proses tatap muka dengan
menggunakan potensi serta sarana yang ada sehingga klien dapat menentukan arah
yang harus diambil dalam setiap problema yang dihadapi. Dengan kata lain,
teratasinya masalah yang dihadapi diputuskan oleh klien.[3]
2.3 Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling
dari manusia, untuk manusia, dan oleh manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan
akibat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa
pelayanan tersebut diselenggarakan demi tujuan- tujuan yang agung, mulia, dan
positif bagi kehidupan kemanusiaan menjadi manusia seutuhnya, baik manusia
sebagai individu maupun manusia sebagai kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian penyelenggaraan kegiatan itu
adalah manusia dengan segenap derajat, martabat, dan keunikan masing- masing
yang terlibat di dalamnya.[4]
Dalam kehidupan sehari- hari,
seiring dengan penyelenggaraan pendidikan pada umumnya, dan dalam hubungan
saling pengaruh antara orang yang satu dengan orang yang lainnya, peristiwa
bimbinga setiap kali dapat terjadi. Orang tua membimbing anak- anaknya; guru
membimbing murid- muridnya, baik dalam kegiatan pengajaran maupun non
pengajaran; para pemimpin memimpin warga yang dipimpinnya melaliu berbagai
kegiatan misalnya berupa pidato santiaji, rapat, diskusi, dan intruksi. Proses
bimbingan dapat pula melalui media cetak (buku, surat kabar, majalah, dan lain-
lain), dan meida elektronika (radio, televisi, film, video, tele komperensi,
tele diskusi, dan lain- lain).[5]
Semua bimbingan seperti yang telah
disebutkan diatas termasuk kepada bentuk bimbingan informal, yang baik isi,
cara, media maupun yang lainnya tidak terumuskan secara legal. Selanjutnya
seiring dengan perkembangan zaman dan semakin kompleksnya masalah yang
menghujam manusia maka terdapat upaya untuk menghidupkan bimbingan konseling
secara formal.
Bentuk nyata dari gerakan bimbingan
(dan konseling) yang formal berasal dari Amerika Serikat yang telah dimulai
perkembangannya sejak Frank Parson mendirikan sebuah badan bimbingan yang
disebut Vocational Bureau di Boston pada
tahun 1908. Badan itu selanjutnya diubah namanya menjadi Vocational Guidance bureau (Jones, dalam Prayitno 2004: 93). Usaha
Parson inilah yang selanjutnya menjadi titik tolak perkembangan bimbingan dan
konseling diseluruh dunia termasuk di dalamnya Indonesia.
Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat
bahwa Bimbingan Konseling
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling
(face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang
mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang
dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu
dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal,
mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai
kesejahteraan hidup.[6]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Bimbingan
adalah sebuah proses pemberian bantuan atau arahan terhadap individu dengan
harapan agar seorang individu dapat menggunakan potensi pribadinya untuk
mengatasi berbagai hambatan atau masalah yang di hadapi dalam kehidupnya.
2. Konseling adalah hubungan yang
dilakukan antara konselor dan klien dalam upaya memberikan pertolongan melalui
proses tatap muka dengan menggunakan potensi serta sarana yang ada sehingga
klien dapat menentukan arah yang harus diambil dalam setiap problema yang
dihadapi. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi diputuskan oleh
klien.
3. Bimbingan Konseling
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling
(face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang
mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang
dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu
dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal,
mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai
kesejahteraan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhar dan Moh.
Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung: CV Ilmu.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Winkel, W.S,.2005.
Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia.
http://www.slideshare.net/dirta07/bimbingan-dan-konseling