Minggu, 29 Januari 2017

Niat Menulis


Menulis adalah hal yang saat ini sedang saya pelajari. saya sadari bahwa menulis sungguh bukanlah hal yang mudah dilakukan. Perlu menyiapkan begitu banyak bahan bacaan sebagai sumber inspirasi. Bagi saya menulis bukan hanya sekedar menggoreskan ide ke dalam sebuah media tulis, melainkan sebuah proses panjang peluruhan pikiran dan emosi. 

Mengapa di sebut sebuah proses panjang? Sebab, seorang penulis hanya akan bisa menulis ketika ia telah membaca banyak sumber bacaan atau referensi. Ya, memang tahap awal dari menulis adalah membaca, kemudian membaca, selanjutnya membaca, dan membaca lagi, baru kemudian menulis. Inilah yang sedang saya geluti sekarang.

Namun setelah banyak membaca, justru kebingungan hinggap di ujung kepala, sebenarnya apa yang hendak saya tulis? Apa pesan yang hendak dibagikan? Apa manfaat yang kan di dapatkan oleh pembaca? Hingga sempat saya urungkan niat untuk mulai menulis.  Hal yang terus mengusik kedamaian pikiran adalah saya bukanlah seorang yang pandai, juga berpengetahuan, apalagi memiliki spiritualitas yang bagus.  Tapi ketidakpandaian ini akan terus menjadi bumerang bagi diri jika roh dan jasad ini tak menghentikannya. Sempat terbersit dalam awangan pikiran, mengapa Allah memilihkan jalan ini? Mengapa sampai di pulau ini? Mengapa terus melanjutkan studi? Apa yang hendak kucapai? Apa yang sudah ku bagi?

Ya.. pertanyaan “mengapa?, apa?” adalah pertanyaan pamungkas yang terus bergejolak dalam benak manusia apabila logika sudah tak mampu menjawab secara rasional. Sayapun menyadari nya. Menyelami waktu sembari terus mencari jawaban dengan semampu diri. Entah hidup dengan cara seperti apa diri ini, pun sampai sekarang tak pernah tak tahu namanya.

Melompat dari pertanyaan “mengapa?, apa?”.  Akhir-akhir ini saya lebih senang membaca buku-buku cerita, entah itu novel, cerita pendek, kisah para sahabat nabi, biografi, dan jenis cerita lain. Mungkin karena libur telah tiba, pikiranku jadi sedikit menghindar dari bacaan yang beraroma akademik.
Tapi lebih dari itu, menurut hemat saya buku cerita memiliki pesan yang lebih mudah di ingat dan berkesan di benak para pembaca. Hal inilah yang saya alami saai ini, sepertinya diri ini telah terkena candu buku cerita.

Saya sempat mengingat perkataan dosen saya dulu mengenai kehidupan yang  tersusun dari unsur cerita. Bahwa setiap harinya, waktu kita habiskan untuk bercerita dan mendengarkan cerita,  bahkan ayat-ayat dalam Al-Qur’an pun banyak berisi cerita. Ya kira-kira seperti itulah perkataannya. Sunggung dosen yang sangat saya kagumi karena keluhuran budinya, kebaikan hatinya, kedisiplinannya, kekayaan ilmunya, semoa keberkahan terlimpah untukmu ‘ Mr.’.

Saya sendiri merasa bahwa cerita memiliki magic dalam mengubah pola pikir manusia. Sebut saja dongeng, banyak dari orang tua kita yang sengaja menceritakan dongeng kepada anaknya untuk membentuk akhlak dan moral. Saya juga terkadang merasa ada perubahan yang berbeda dalam diri setelah membaca buku cerita... atau ini hanya syndrom sesaat saja?

Buku terakhir yang usai ku baca bulan ini adalah novel berjudul Rindu karya Tere Liye. Mungkin saya termasuk orang yang out of date karena baru membaca buku itu di awal tahun 2017, padahal buku itu sudah terbit sejak tahun 2014. Tapi tak apalah, toh pesan yang di sampaikan pun tak berubah meskipun sudah beraganti tahun.

Sedikit banyak saya terinspirasi dari buku tersebut, banyak sekali hal menarik yang baru ku ketahui. Sungguh bebalnya otakku, bodohnya diriku, kenapa baru mengetahui hal-hal itu sekarang.  Dan diantara sekian banyak pesan yang tertuang dalam buku Rindu, ada beberapa hal yang saya ingat diantaranya tentang cinta dan kebencian.
“ cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh di tanah yang subur, disiram dengan pupuk pemahaman yang baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat jelek, maka tumbuhlah dia menjadi pohon meranggas, berduri, berbuah pahit.”
“berhentilah membenci orang lain, karena kau sedang membenci dirimu sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru.”

Sebenarnya bagi kita, hal-hal itu sudah kita ketahui, namun esensi makna dari untaian kata tersebut  cenderung di kesampingkan. Padahal jika kita meresapinya, akan ada perubahan perilaku yang terjadi pada diri kita. Hal ini terjadi karena paradigma (belief) dalam otak kita telah berubah bahwa cinta adalah.... dan benci itu... dengan berubahnya paradigma maka akan berubah pula sikap kita. “setidaknya itu yang saya pelajari dari teori behaviorisme”.

Berangkat dari hal itulah, saya mulai memberanikan diri untuk menulis cerita. Alhamdulillah sudah selesai prototype dari satu bagian cerita yang telah saya tulis, kurang lebih sekitar 6 halaman.  Cerita yang baru saya tuliskan pastinya jauh dari kata “bagus” apalagi “sempurna”, tapi saya sangat berharap, semangat  untuk menulis tidak akan berkurang, atau bahkan luntur. Semoga tulisan-tulisan itu terus menggunung hingga akhirnya selesai 1 jilid. Paling tidak tulisan tersebut bisa  memuat uneg-uneg yang selama ini membumbung di atas kepala dan mengendap di dalam hati...

Bismillahirrohmannirrohim. Ku niatkan diri ini untuk menulis ya Rab.

Rabu, 18 Januari 2017

ANECDOTE



It Could be Worse

I had a shameful moment this sunny morning.
After attending party tonight, I came back to my hotel. When I opened my hotel’s room, I met someone who reminded me to be careful in saving precious things. I just smiled at him and leave him away.
In this sunny morning, I was very surprised about losing my money. I looked for it surrounds my room but I couldn’t find it. Then, I decided to go the hotel manager’s office. I explained that I had just lost $50 and I felt very upset. “I left the money in my room” I said, “And it’s not there now.” The manager was sympathetic, but He couldn’t do anything. “Everyone’s losing money these days,” he said. I started to complain about this wicked world. I said that this hotel’s security was the worst. I felt disappointed. Suddenly, my complaint was interrupted by a knock at the door. A girl came in and put an envelope on the desk. It contained $50. “I found this outside this gentlemen’s room,” She said.
He felt very disappointed after getting complaint about thing he never done.
I still confused why this envelope was outside my room.

                             (Adapted from Practice and Progress, 1975)

Masuk angin

Angin tiba tiba menyelinap ke dalam pori memasuki ruang-ruang kosong, menyesaki paru hingga sesak untuk dihembuskan. Menerawang jauh de...