Senin, 23 Desember 2013



I Do Not Know Who I Am

I need one minute to know you
           I need one hour to understand you
                        I need one month to love you


But I need many years to know, to understand, and to love my self

Do you know why? 

Because I don’t know who I am.


                                                                                                                  monday, 23th December

                                                                                                                  by: khoirunnisa


Sabtu, 07 Desember 2013

hanya Satu

dulu aku berdua
dulu aku terbiasa
dulu aku bahagia

kini aku sendiri
meniti jalanku sendiri
mempertanggungjawabkan sendiri

jalan  asa  tersisa
bagai seutas tali
terhempas badai bak hilang ditelan bumi



ku bayangkan semua
tak ada yang kumiliki
tak ada yang tersisa
semua kan kembali
ingatkan ku pada satu
tak lebih dari itu
hanya satu
satu-satunya
sungguh satu
Tuhanku





Kamis, 21 November 2013



 MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Terus meningkatnya perkembangan pola pikir manusia dan kesadaran manusia akan dirinya beserta kehidupan yang di jalani membuat terjadinya kompleksitas dalam setiap sudut kehidupan manusia.
            Hal tersebut pun di tandai pula dengan semakin lunturnya sekat- sekat pemisah antar bangsa atau yang biasa disebut dengan istilah globalisasi. Globalisasi inilah yang selanjutnya berperan sebagai titik awal perkembangan manusia menuju masyarakat yang lebih kompleks.
Dalam perkembangan awal manusia dapat mengenal atau mempelajari lingkungan baru dengan lebih cepat. Perkembangan awal tersebut dapat pula di sebut sebagai salah satu dari sekian  banyak keuntungan yang dapar di  unduh dari Globalisasi.
 Namun lebih dari pada itu, terkandung cukup banyak hal- hal yang kurang baik dalam proses globalisasi akibat kurang sempurnanya usaha preventive dari para pelaku maupun penikmat globalisasi dalam menagkis hal- hal kurang baik yang sewaktu- waktu siap memasuki wilayah mereka. Stress, konflik, maupun ketidaksiapan diri dalam menerima hal baru adalah sebagian kecil dari masalah yang akan timbul akibat dari masuknya arus globalisasi.
Hal inilah yang melatarbelakangi para konselor untuk terus menguatkan niat memberikan bantuan maupun motivasi bagi para pengidap masalah untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam lingkup bimbingan dan konseling.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
            Bimbingan pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[1]
Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.
            Ahli lain seperti Wisnu Pamuja Utama (2011) berpandangan bahwa bimbingan  yaitu sebagai suatu  proses  bantuan  yang  terus  menerus  kepada  individu  agar  mencapai  kemampuan  untuk  dapat  memahami  dirinya  dan  kemampuan  untuk  merealisasikan  dirinya  sesuai  dengan  potensi  atau  kemampuannya  dalam  mencapai  penyesuaian  diri  dengan  lingkungan,  baik  keluarga,  sekolah  dan  masyarakat,  yang  pada  akhirnya  individu  akan  mencapai  perkembangan  yang  optimal.
            Tak jauh berbeda dengan pendapat yang dilontarkan oleh Wisnu Pamuja Utama, Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
                Pengertian yang dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti di atas berdasarkan rangkuman butir- butir  pokok bimbingan yang di kemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
1.       Pelayanan bimbingan merupakan suatu proses. Berarti bahwa bimbingan tidak terjadi pada satu waktu melainkan melalui proses perkembangan yang memerlukan waktu.
2.       Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan. Bantuan yang dimaksud adalah bimbingan yang bersifat pribadi yang memberi dorongan untuk perkembangan individu bukan bantuan materil.
3.       Bantuan itu diberikan kepada individu, baik perseorangan maupun kelompok. Sasaran pelayanan itu adalah orang yang diberi bantuan.
4.       Pemecahan masalah dalam bimbingan dilakukan oleh dan atas kekuatan klien sendiri. Dalam hal ini permasalahan akan diputuskan sendiri jalan keluaranya oleh klien sehingga akan terbentuk kemandirian pada klien.
5.       Bimbingan dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bahan, interaksi, nasihat, ataupun gagasan, serta alat- alat tertentu baik dari klien sendiri, konselor maupun dari lingkungan. Bahan dari klien dapat berupa masalah yang sedang dihadapi, bahan dari lingkungan dapat berupa informasi tentang pendidikan maupun yang lainnya sedangkan dari konselor dapat berupa nasihat- nasihat mauun dorongan yang menguatkan klien. Alat- alatnya dapat berupa sarana penunjang yang dapat mempercepat proses penyampaian tujuan.
6.       Bimbingan tidak hanya diberikan untuk kelompok- kelompok umur tertentu saja, tetapi meliputi semua usia mulai dari mnak- anak, hingga dewasa.
7.       Bimbingan diberikan oleh orang- orang ahli, yaitu orang- orang yang memiliki kepribadian yang terpilih dan telah memperoleh pendidikan serta latihan yang memadai dalam bimbingan dan konseling.
8.       Pembimbing tidak selayaknya memaksakan keinginannya pada klien karena klien mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan arah tujuan hidupnya sendiri.
9.       Bimbingan dilaksanakan sesuai dengan norma- norma yang berlaku.. dalam kaitannya aspek pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan norma- norma yang berlaku, justru aspek yang dilaksanakan harus mendorong klien untuk dapat mengikuti norma- norma tersebut.
United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan   Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”
Dalam mendefisikan bimbingan  para ahli dalam bidang bimbingan dan konseling memiliki perbedaan pendapat dalam memberi pengertiannya. Walaupun demikian dari beberapa pengertian yang telah mereka paparkan, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa bimbingan adalah sebuah proses pemberian bantuan atau arahan terhadap individu dengan harapan agar seorang individu dapat menggunakan potensi pribadinya untuk mengatasi berbagai hambatan atau masalah yang di hadapi dalam kehidupnya.
           
2.2 Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu consilium yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangakan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Sebagaimana bimbingan yang dikemukakan oleh banyak ahli di bidang bimbingan dan konseling, konseling pun juga memiliki banyak pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli pula. Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseling dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseling dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.[2] Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Menurut Cavanagh konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” [Hubungan antara orang yang memberi  bantuan yang telah terlatih dengan orang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar membangun relasi dengan  dirinya dan orang lain dengan cara yang produktif (growth-producing ways)]
Dari paparan pengertian oleh beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa konseling adalah hubungan yang dilakukan antara konselor dan klien dalam upaya memberikan pertolongan melalui proses tatap muka dengan menggunakan potensi serta sarana yang ada sehingga klien dapat menentukan arah yang harus diambil dalam setiap problema yang dihadapi. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi diputuskan oleh klien.[3]

2.3 Pengertian Bimbingan dan Konseling
            Pelayanan bimbingan dan konseling dari manusia, untuk manusia, dan oleh manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan akibat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut diselenggarakan demi tujuan- tujuan yang agung, mulia, dan positif bagi kehidupan kemanusiaan menjadi manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu maupun manusia sebagai kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian penyelenggaraan kegiatan itu adalah manusia dengan segenap derajat, martabat, dan keunikan masing- masing yang terlibat di dalamnya.[4]
            Dalam kehidupan sehari- hari, seiring dengan penyelenggaraan pendidikan pada umumnya, dan dalam hubungan saling pengaruh antara orang yang satu dengan orang yang lainnya, peristiwa bimbinga setiap kali dapat terjadi. Orang tua membimbing anak- anaknya; guru membimbing murid- muridnya, baik dalam kegiatan pengajaran maupun non pengajaran; para pemimpin memimpin warga yang dipimpinnya melaliu berbagai kegiatan misalnya berupa pidato santiaji, rapat, diskusi, dan intruksi. Proses bimbingan dapat pula melalui media cetak (buku, surat kabar, majalah, dan lain- lain), dan meida elektronika (radio, televisi, film, video, tele komperensi, tele diskusi, dan lain- lain).[5]
            Semua bimbingan seperti yang telah disebutkan diatas termasuk kepada bentuk bimbingan informal, yang baik isi, cara, media maupun yang lainnya tidak terumuskan secara legal. Selanjutnya seiring dengan perkembangan zaman dan semakin kompleksnya masalah yang menghujam manusia maka terdapat upaya untuk menghidupkan bimbingan konseling secara formal.
            Bentuk nyata dari gerakan bimbingan (dan konseling) yang formal berasal dari Amerika Serikat yang telah dimulai perkembangannya sejak Frank Parson mendirikan sebuah badan bimbingan yang disebut Vocational Bureau di Boston pada tahun 1908. Badan itu selanjutnya diubah namanya menjadi Vocational Guidance bureau (Jones, dalam Prayitno 2004: 93). Usaha Parson inilah yang selanjutnya menjadi titik tolak perkembangan bimbingan dan konseling diseluruh dunia termasuk di dalamnya Indonesia.
Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat bahwa Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.[6]
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Bimbingan adalah sebuah proses pemberian bantuan atau arahan terhadap individu dengan harapan agar seorang individu dapat menggunakan potensi pribadinya untuk mengatasi berbagai hambatan atau masalah yang di hadapi dalam kehidupnya.
2. Konseling adalah hubungan yang dilakukan antara konselor dan klien dalam upaya memberikan pertolongan melalui proses tatap muka dengan menggunakan potensi serta sarana yang ada sehingga klien dapat menentukan arah yang harus diambil dalam setiap problema yang dihadapi. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi diputuskan oleh klien.
3. Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.



DAFTAR PUSTAKA

Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung: CV Ilmu.

Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC
.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling
, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia.
http://www.slideshare.net/dirta07/bimbingan-dan-konseling



[2] Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua. Hlm 105


[4] Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua. Hlm 92

[5] Ibid


MAKALAH TEFL METHODOLOGY
 By Khoirunnisa and  Aini Qolbi Saputri
STAIN Jurai Siwo Metro

CHAPTER I
INTRODUCTION
A.    The Definition of Cooperative and Collaborative learning
According to Oxford Advanced Learner’s Dictionary, cooperative is involving doing something together or working together with others toward a shared aim: Cooperative activity is essencial to effective community work”.[1] Collaborative is “involving, or done by, several people or groups of people working together”. [2]Even “Learning are 1) the process of learning something, 2) knowledge that you get from reading and studying”.[3]
According to Douglas Brown, he state that in Cooperative learning “A student together in pairs and groups, they are share information and come to each others’ aid”.[4] Then he state that “cooperative learning does not imply collaborative” (2000:47)
Larsen and Freeman (2000: 89) states that “Cooperative or collaborative learning essentially involves students learning from each other in groups”. In cooperative learning students can learn together more effectively because the teacher teaches them collaborative based on social skill.  Jacob 1998 in Larsen Freeman (2000: 89) cooperation is not only away of learning but also a theme to be communicated about and studied.
From the explanation above it can be concluded that cooperative and collaborative learning is learning that involve student to work in pair or group to change information each other so the learning process can be more effective.
B.     Problem formulation
1.      The definition of cooperative and collaborative learning.
2.      The advantages of cooperative and collaborative learning.
3.      The principles of cooperative learning.
4.      Class activities that use cooperative and collaborative learning.
5.      Teacher’s role in cooperative and collaborative Learning
6.      Cooperative learning Vs collaborative learning










CHAPTER II
DISCUSSION
A.    Cooperative and Collaborative Learning
Cooperative learning is a successful teaching strategy in which small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve their understanding of a subject. Each member of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammates learn, thus creating an atmosphere of achievement. Students work through the assignment until all group members successfully understand and complete it.
Collaborative learning is an educational approach to teaching and learning that involves groups of learners working together to solve a problem, complete a task, or create a product. Collaborative learning is based on the idea that learning is a naturally social act in which the participants talk among themselves.
Thus, in a collaborative learning setting, learners have the opportunity to converse with peers, present and defend ideas, exchange diverse beliefs, question other conceptual frameworks, and the students are actively engage.


B.     The Advantages of Cooperative and Collaborative Learning
Some researches state that cooperative and collaborative learning have similar advantages. It can promote student learning and academic achievement. In this case, cooperative learning method helps the students to work together in a team. All students in one team not only responsible in their assignment but also make all students in their group can understand what just they learn. Therefore, by this method it will be able to promote students learning and academic achievement.
Cooperative learning also increases student’s retention. In cooperative learning students will solve some problems from the teacher by themselves. It will help the students to memorize well about they just learning. In other word, the students will be more understand if they get real experience in learning.
In addition, cooperative learning helps students develop skill in oral communication. Cooperative learning has a learning system that student will discuss the problem given by the teacher by discussing it with their friend in small group. Therefore, student will be more talk active in the learning process. In this section, the member of the each group will explain about what they have done.
Besides that, this method also develops student’s social skill. Indirectly the students will learn to make social connection in a small group on the structured activity. Therefore this method also help the teacher create a good race relation among the students. Generally, the advantages of this method can be seen at the table bellow:

No
Category
Advantages
1
Help Students Learn
  • Responsibility
  • To work together
  • To respect their class mate and other
  • To process skill needed for working in group
2
Promote
  • Higher self esteem
  • Acceptance of differences
3
Encourage
  • Creativity and problem solving
4
Produce
  • Higher Achievement
5
Increase
  • Retention
6
Help Students Develop
  • Interpersonal skill
  • Their own identities
  • Their own abilities
7
Help Students Experience
  • Motivation
  • Success
C.     The Principles of Cooperative and Collaborative Learning[5]
1.      Students are encouraged to think in terms of ‘positive interdependency’ which means that the students are not thinking competitively and invidualistically, but rather cooperatively and in terms of the group.
2.      Students often stay in the same group for a period of time so they can learn better work together. The teacher usually assigns students to the group so that the groups are mixed – males and females, different ethnic groups, different proficiency levels, etc. this allows students to learn each other and also gives them practice in how to get along with people different from themselves.
3.      The efforts of an individual help not only the individual to be rewarded but also, others in the class.
4.      Social skill such as acknowledging another’s contribution, asking other to contribute, and keeping the conversation calm need to be explicitly taught.
5.      Language acquisition is facilitated by students interacting in target language.
6.      Although the students work together, each student is individually accountable.
7.      Responsibility and accountability for each other’s learning is shared.
8.      Each group member should be encouraged to feel responsible for participating and for learning. Leadership is ‘distributed’.
9.      Teachers not only teach language; they teach cooperation as well. Of course, since social skills involve the use of language, cooperative learning teaches language for both academic and social purposes.
D.     Class Activities that Use Cooperative and Collaborative Learning
According to Kagan and Jigsaw the activities of learning in cooperative and collaborative learning are follows:
1.      Groups with five students are set up. Each group member is assigned some unique material to learn and then to teach to his group members.
  1. Think-Pair-Share – Involves a three step cooperative structure. First, individuals think silently about a question posed by the instructor. Second, Individuals pair up and exchange thoughts. Third, the pairs share their responses with other pairs, other teams, or the entire group.
  2. Three-Step Interview – Each member of a team chooses another member to be a partner. First, individuals interview their partners by asking clarifying questions. Second, partners reverse the roles. Third, members share their partner’s response with the team.
  3. Brainstorming – Class is divided into small groups (4 to 6) with one person appointed as the recorder. A question is posed with many answers and students are given time to think about answers. After the “think time,” members of the team share responses with one another round robin style. The recorder writes down the answers of the group members. The person next to the recorder starts and each person in the group in order gives an answer until time is called.
  4. Three-minute review - Teachers stop any time during a lecture or discussion and give teams three minutes to review what has been said, ask clarifying questions or answer questions.
  5. Numbered Heads Together – A team of four is established. Each member is given numbers of 1, 2, 3, 4. Questions are asked of the group. Groups work together to answer the question so that all can verbally answer the question. Teacher calls out a number (two) and each two is asked to give the answer.
  6. Team Pair Solo – Students do problems first as a team, then with a partner, and finally on their own. It is designed to motivate students to tackle and succeed at problems which initially are beyond their ability.
  7. Circle the Sage – First the teacher polls the class to see which students have a special knowledge to share. For example the teacher may ask who in the class was able to solve a difficult math homework question.Those students (the sages) stand and spread out in the room. The teacher then has the rest of the classmates each surround a sage, with no two members of the same team going to the same sage. The sage explains what they know while the classmates listen, ask questions, and take notes. All students then return to their teams. Each in turn, explains what they learned. Because each one has gone to a different sage, they compare notes. If there is disagreement, they stand up as a team. Finally, the disagreements are aired and resolved.
  8. Partners – The class is divided into teams of four. Partners move to one side of the room. Half of each team is given an assignment to master to be able to teach the other half. Partners work to learn and can consult with other partners working on the same material. Teams go back together with each set of partners teaching the other set. Partners quiz and tutor teammates. Team reviews how well they learned and taught and how they might improve the process.
E.     Teacher’s Role in Cooperative and Collaborative Learning
Teacher’s role in cooperative learning is to guide the student in order to get more understanding in working assignment, materials and others. Also, teacher helps students to develop the student’s social skill, student’s skill in solving problem, working in a group and student’s skill in oral communication. Beside, the teacher’s role is to promote student race interaction, higher self esteem, and acceptation of differences.
The teacher roles of collaborative learning is similar with cooperative learning; the teacher divides the students in to some groups. Each group has their own topics. But it is still different with Cooperative Learning. Collaborative learning is take place in the larger part than cooperative learning. The teacher not only guides one small group but all groups together. It is usually done after the students make a discussion about one topic that has been presented by one of the group in the class. In this discussion the teacher has function to make a correction if the student’s discussion is found some mistakes. But in this case the teacher doesn’t know how the students acquire new knowledge, and some information for them to solve a problem that teacher has given for them.
To raise those goals, teacher must do a structured activity in cooperative learning. The first thing that teacher must do is divide the students in to some small group, each group may consist of 4 or 5 students. The teacher may combine the smart students with the weaker students. The purpose is that the smart students will help teacher to teach the weaker students. The smaller group the students have the better result the students get. Then, give the students task, assignment, or may be a topic to be discussed by the students in each small group.
After the teacher gives the topic or assignment, the teacher give the students a few time about 3 or 5 minutes to think it by them selves individually. The purpose is the students will get some ideas about the topic that they will discus with their friends in the same small group. Then, after it’s done the teacher order the students to discus it with their group members.
When the students discuss the assignment or topics, the teacher must walk around the class to guide the group which have a problem in their work until the students can find the way out of their problem. Therefore, even the students work together in the group to finish their work, the teacher still accompany them to get more understanding and increase student’s skill. Consequently, the teacher already knows the problem and solution students will be working towards.
F.     Cooperative Learning Vs Collaborative Learning
There are some different that are possessed by cooperative and collaborative learning. Those different can be seen at the table bellow:
COOPERATIVE LEARNING
COLLABORATIVE LEARNING
Definition: Cooperative Learning is a learning model in which the students work and learn together in the some small groups on the structured activity.
Definition: Collaborative Learning is a situation in which two or more people learn or attempt to learn something together.
Cooperative learning takes place when the students work together in same place on a structured project in a small group.
Collaborative learning take place in any times students work together not only in small group or same place but also in different group and place.
Cooperative learning is a successful teaching strategy in which small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve their understanding of a subject. Each member of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammates learn, thus creating an atmosphere of achievement. (U.S. Dept. of Ed. Office of Research, 1992)
Collaborative learning is based on the idea that learning is a naturally social act in which the participants talk among themselves (Gerlach, 1994). It is through the talk that learning occurs.
Each person is responsible for a portion of the work
Participants work together to solve a problem
Many times the teacher already knows the problem and solution students will be working towards.
Many times teacher does not have a pre-set notion of the problem or solution that students will be researching.










CHAPTER III
CONCLUSION
A.    Conclusion
Cooperative and collaborative learning is learning that involve student to work in pair or group to change information each other so the learning process can be more effective.
There are some different that are possessed by cooperative and collaborative learning:
1.      Cooperative learning takes place when the students work together in same place on a structured project in a small group. While Collaborative learning take place in any times students work together not only in small group or same place but also in different group and place.
2.      Cooperative learning is a successful teaching strategy, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve their understanding of a subject. While Collaborative learning is based on the idea that learning is a naturally social act in which the participants talk among themselves
3.      In cooperative learning, each person is responsible for a portion of the work. While in collaborative learning, participants work together to solve a problem.
4.      In cooperative learning, many times the teacher already knows the problem and solution students will be working towards. While in collaborative, many times teacher does not have a pre-set notion of the problem or solution that students will be researching.













REFERENCES
As Hornby, Oxford Advanced Learners Dictionary, Oxford University Press, Oxford, 2010.
Brown, H. Douglas,. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. Second Edition, Addison Wesley Longman Inc, San Francisco, 2000
Larsen-Freeman, Diane, Techniques and Principles in Language Teaching, Oxford University Press, Inc. Oxford: 2000.



[1] As Hornby, Oxford Advanced Learners Dictionary, Oxford University Press, Oxford, 2010, p. 323.
[2] Ibid., p. 277.
[3] Ibid., p. 846
[4] Brown, H. Douglas,. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. Second Edition, Addison Wesley Longman Inc, San Francisco, 2000, p. 47.
[5] Larsen-Freeman, Diane, Techniques and Principles in Language Teaching, Oxford University Press, Inc. Oxford: 2000., P. 167-168.

Masuk angin

Angin tiba tiba menyelinap ke dalam pori memasuki ruang-ruang kosong, menyesaki paru hingga sesak untuk dihembuskan. Menerawang jauh de...